Sabtu, 18 Oktober 2008
Pertemuan di Kereta Api
Pesona Kota Wisata
Yarmi, Pembantuku
Kekasihku
Aku seorang pemuda yang bercita-cita tinggi namaku paulus 24 tahun. Waktu itu aku masih kuliah di semester 2 ekonomi di sebuah perguruan tinggi swasta terkenal di kota ini. Aku tinggal di kota medan yang penuh dengan kesibukan orang yang bermacam-macam pekerjaan dari kerja kuli, pegawai, sampai pejabat pemerintahan. Aku tinggal di sebuah pondok yang hanya di tempati oleh seorang nenek dan cucunya yang manis, aku di situ mengontrak (kost) perbulan. Kisah ini aku angkat sekalian untuk mengenang kekasihku itu.Awal kisah ini terjadi waktu aku jalan-jalan di sekitar tempat kostku. Aku berjalan tidak tentu arah karena masalah keuangan membuatku bingung untuk membayar uang kost. Karena aku masih mengharapkan kiriman uang dari orang tuaku yang tinggal di kota Palembang, kota tempatku di lahirkan. Aku terus berjalan tidak tentu arah, menundukkan kepala ke bawah sakin bingungnya hingga aku tidak melihat sekelilingku. Rasa bingung sempat tertunda sejenak karena rasa lelah berjalan seharian. Dan kisahku pun bermulai dari situ.Karena rasa lelah, akupun mencari tempat duduk yang menurutku nyaman. “Hmm.. taman bunga,” gumamku dalam hati melihat taman bunga yang ada di seberang jalan kota. Singkat cerita, aku menemukan tempat duduk yang biasa ada di taman pada umumnya, menghela napas dan menikmati tiupan angin sambil menghilangkan rasa lelahku. Belum sempat rasa lelahku kabur, dan di saat rasa bingung itu mulai menghantuiku kembali, aku mendengar teriakan seorang wanita yang kecopetan. Bertambah lagi suatu rasa dalam hatiku waktu itu. Dengan rasa kaget dan bingug karena terus terang, aku tidak tahan mendengar suara teriakan, apalagi teriakan seorang wanita, karena aku biasanya hanya suka mendengar suara desahan dari seorang wanita.. hehe. Dengan rasa yang bergelimang itu, akupun mulai mencari dari mana suara itu datangnya. Dan benar, aku melihat seorang gadis kira-kira berumur 20 tahun sedang histeris karena kecopetan. “Hmm .. lumayan juga ni cewek,” sekilas terlintas di pikiranku. Sementara dia sendiri sedang panik sambil menunjuk seorang pria berlari menjauhi, yang pasti dia adalah pencopet itu. Ego kejantanan dan heroikku timbul, tanpa memikirkan lelah dan lain-lain, aku lari mengejar si pencopet. Lumayan lelah mengejar pencopet itu ditambah rasa lelahku tadi yang tidak sepenuhnya hilang, aku berhasil memojok kan si pencopet, itu juga karena dia sedang sial jalannya buntu terhalang tembok.“Hehe.. pencopet baru dan ngga kenal lokasi ni orang,” pikirku dalam hati sambil mendekati.“Ayoo.. mau lari kemana kau!?” gertakku membuat dia panik.“Mau apa kau?” katanya balik bertanya.“Ehh.. kembalikan itu dompet yang kau copet!” bentakku lagi.Mungkin karena memang bandel, dia balik bertanya “Lah, kau siapa?” tidak kalah keras suaranya sambil mengucapkan kata-kata kotor.“Hahaha..” aku tertawa sok jagoan.“Kembalikan tidak dompet itu!” ancamku mulai tidak sabar.“Enak aja kau bilang kembalikan,” katanya sambil mengeluarkan pisau dari balik bajunya.Aku kaget dan aku mundur 2 langkah ke belakang, “Oic,” kataku tenang sambil senyum aku dan memperhatikan tingkahnya. Singkat cerita, kamipun terlibat duel. Dia menyerang dengan ganas, sedangkan aku berusaha terus menghindar untuk membuat dia lelah. Dengan bermodalkan ilmu silat yang aku pelajari waktu di kampung kelahiranku, akupun berhasil membuat si pencopet pingsan tak sadarkan diri. Aku mengambil dompet yang ada di kantongnya. Aku cari wanita tadi bermaksud mengembalikan dompetnya. Wanita itu senang karena dompetnya telah kembali. Dia ulurkan tangannya mengambil dompetnya yang di copet tadi, dan Dia tertegun menatap aku, aku jadi salah tingkah, dan Dia mengucapkan terimakasih. Dia membuka dompetnya dan mengambil uang Rp50.000 untuk diberikan kepadaku sebagai tanda terimakasih, aku menatapnya tidak berkedip sampai Dia heran.“Maaf mbak, bukannya aku menolak pemberian mbak, tapi aku tidak bisa menerima karena aku tadi ihklas kok membantu,” kataku.Dari sorotan matanya nampak Dia kecewa sekali karena kutolak pemberiannya. Kemudian Dia mengulurkan tangannya sambil memperkenalkan dirinya.“Saya Wati..” dengan mengulurkan tangannya, lalu aku sambut uluran tangannya dan memperkenal kan diriku.Dia memberikan kartu namanya kepadaku dan aku menerimanya.“Bang.. ini kartu namaku kalau Abang ada perlu, ada apa-apa, kalau bisa aku bantu datanglah,” pintanya.“Hmm.. iya,” kataku.Tetapi tiba-tiba Dia memasukkan uang Rp 50.000 ke saku bajuku, aku terkejut.“Mbak Wati..” aku gagap jadinya, mau bilang apa, tiba-tiba saja Dia pergi dan menuju sebuah mobil sedan.Kalau tidak salah mobilnya Genio merah, karena aku melihat dari kejauhan saja dan Dia menjalankan mobilnya melaju, menghilang di tikungan jalan. Aku menarik napas panjang, “Hupp.. huhh..” suara napasku. Lalu aku melihat sekelilingku dan melihat orang-orang memperhatikan aku dengan heran, lalu aku melihat jam tanganku telah pukul 3 sore. Aku bergesan meninggalkan tempat itu sambil melihat kartu nama yang dia berikan kepadaku. Aku baca nama dan alamatnya dan aku ambil uang pemberiannya tadi.Di dalam hatiku, “Hmm.. lumayan bisa bayar uang kost,” lalu aku pulang kembali ke tempat kostku.Itu awal aku bertemu dengan dirinya. Pertemuan kedua terjadi di kampus, aku melihat Dia berjalan dengan temanya. Aku heran ternyata Dia satu kampus denganku. Selidik punya selidik aku mengetahui dari temanku bahwa Dia anak fakultas sastra, lalu kuberanikan diri untuk menjumpainya tapi ada rasa ragu dan bimbang. Karena sudah niat, aku terus berjalan menuju ruang fakultas sastra, sebelum sampai pintu aku terkejut, Dia keluar dari ruang itu dan aku terkejut mau mengelak tidak sempat lagi.“Heii..” katanya.“Heii juga,” balasku.“Abang kok disini?” tanyanya.Dan akupun tersenyum, “Iya..” jawabku singkat.“Ngapain abang disini?”Aku jawab, “Aku kuliah disini mbak.”“Hah?” Dia heran.“Jadi abang kuliah disini yah?”Aku hanya bisa senyum saja melihat Dia heran.“Abang di fakultas apa?”“Aku di ekonomi.”Lalu kami bercanda tentang kuliah dan Dia mengajak aku ke kantin untuk minum dan sekalian curhat. Setelah di kantin kami bicara tidak tentu arah dan Dia bilang, “Bang.. jangan panggil mbak..” pintanya.“Kenapa?” kataku.“Malukan.. aku kan belum tua,”Aku hanya tersenyum saja. Dia tersenyum dan manis sekali.“Panggil aja wati, bang, Oke..?”Lalu aku jawab, “Oke.”Disinilah awal butir-butir cinta bersemi. Kami saling bertemu dan selalu bercanda, tertawa gembira dan saling terbuka.Suatu hari, Dia ungkapkan isi hatinya kepadaku bahwa Dia suka kepadaku, dan aku pun membalas cintanya juga. Hari demi hari kami lalui hingga pada hari libur kuliah. Kami jalan-jalan menggunakan Genio merahnya. Aku yang mengendarai mobilnya. Dalam perjalan, kami mesra, di sandarkan kepalanya di bahuku, aku belai rambutnya dengan tangan kiriku. Dia makin mesra dan Dia mencium bibirku. Aku balas ciuman bibirnya. Udara dingin yang keluar dai AC mobil terasa panas rasanya karena kami sudah HOT. Aku dekap kepalanya, aku remas dada yang terbungkus Bra, dan Dia menikmati remasan tanganku.Kami sampai di puncak, yaitu di sebuah kawasan wisata terkenal di Medan, namanya Brastagi yang berhawa dingin dan sejuk. Karena kami sudah HOT, Dia berbisik ketelingaku, “Bang.. kita nginap aja yah?” pintanya.“Di mana?” kataku heran.“Di Hotel aja.”Aku tidak tahu Hotel apa yang di maksudkan, aku hanya menurut saja. Dia yang membawa jalan.“Terus aja Bang, nanti sampai di tikungan belok kanan Bang.” pintanya.Aku lihat memang di sebelah kanan ada Hotel yang megah. Dia menyuruh belok. Maklumlah, aku baru dua kali ke daerah yang kami tuju. Waktu itu aku bersama temanku mendaki gunung yang namanya gunung Sibayak. Aku belokkan mobil, aku cari tempat parkir yang aman, kami turun dan masuk ke Hotel itu. Kalau tidak salah, Hotel itu namanya Hotel Sibayak karena jelas terpampang papan nama Hotel itu. Setelah kami masuk dan pesan kamar, kami diantar room-man. Karena bangkit lagi napsu yang tertunda itu, begitu masuk kamar, aku kunci pintu. Kudekap dan kupeluk Dia. Kami berciuman dan berguman di ranjang.“Hemm.. ouuhh..” desisnya, dan aku buka perlahan-lahan baju serta BH-nya hingga polos.Aku kulum dan kuremas buah dadanya yang lumayan gede dengan pucuk yang berwarna merah muda, terus aku kulum kiri dan kanan.Dia berdesis seperti ular, “Uhh.. ahh.. ouuhh..”Dari lehernya, aku jilatin, terus turun ke perut dan makin ke bawah perlahan-lahan. Aku buka celana jeans yang dia pakai hingga lepas dan aku lihat Dia memakai celana dalam berwarna putih. Perlahan-lahan, aku buka hingga terpampang di depanku sebuah bukit yang di tumbuhi hutan yang begitu lebat. Aku sibak hutan itu, kuciumi dan kujilat.“Ouuhh.. ahh.. yahh.. ouugg..” desisnya.Aku semakin nafsu dan aku buka baju serta celanaku sehingga kami sama-sama bugil.Batang kejantananku yang sudah dari tadi tegang makin keras tegangnya ingin mencari sasaran. Dan kujilat lubang surganya dan kelentitnya yang timbul dengan tiba-tiba akibat napsunya makin memuncak.“Ahh.. ouugg.. ahh.. yaahh..” desisnya terus.Aku jilat terus kelentitnya.“Bangg.. akuu.. gak.. tahann.. mauu..”Dia mencapai klimaks, aku jilat terus. Terasa asin air yang keluar dari lubang surganya. Aku buka pahanya lebar-lebar dan perlahan-lahan aku bimbing batang kejantananku ke lubang surganya. Kuarahkan pas di lubang surganya, aku dorong perlahan-lahan.Dia kesakitan, “Aduhh.. bangg sakit..”Aku berhenti sejenak karena Dia kesakitan. Kuulangi lagi doronganku dengan perlahan dan pasti.“Slupp..” sempit sekali lubang surganya hingga batang kejantananku tidak bisa masuk. Aku dorong kedua kalinya, “Slupp..” hanya ujung kepala batang kejantananku saja yang masuk. Aku dorong terus tapi kali ini lebih kuat.“Slupp.. slupp.. bluss..plopp..” masuk batang kejantananku semua ke lubang surganya.Aku melihat darah keluar dari lubang surganya. Ternyata Dia masih “virgin” (perawan).Dia kesakitan, “Aduhh.. bangg.. sakitt.. bangg..”Aku diamkan sejenak batang kejantananku di dalam lubang surganya dan aku kulum buah dadanya yang menjulang karena nafsunya. Aku maju-mundurkan lagi batang kejantananku perlahan-lahan aku mendengar Dia mengaduh lagi, “sakit bang.. pedih.. tapi enak bang..” gumannya.Terus aku maju-mundurkan batang kejantananku.“Auoo..ahh.. yahh.. aoouupp.. yaa.. terus bang.. enak bangg.. yahh..” Dia klimaks kedua kalinya.Aku terus menyodok lubang surganya maju mundur.“Ohyahh.. ouhh.. yahh..” desisnya.Seperti ada yang meyedot batang kejantananku dari dalam lubang surganya. Aku makin cepat menyetubuhinya, hingga ada yang mengalir di dalam batang kejantananku sampai ke ujung batang kejantananku. Aku dorong terus.“Yahh.. aouuhh.. yaa..” desisku, karena tiba-tiba alirannya semakin kuat naik ke kepala batang kejantananku, aku pacu terus.“Yahh.. aouuhh.. yess.. ouugg.. yahh.. aku mauu..” tak sempat kulanjuti lagi kata-kataku, tiba-tiba, “Croott.. croott.. croott..” maniku keluar banyak, aku tembakkan di dalam lubang surganya.Dia berdesis, “Ouhh.. yahh.. uugghh.. ouhh..,” ternyata Dia mau klimaks lagi.Dan Dia pegang erat leherku, Dia mencengkram erat sekali sampai ada bekas kukunya di leherku.“Yahh.. ouhh.. ya.. yaee.. yaa..” Dia klimaks lagi ketiga kalinya.Kubiarkan batang kejantananku di dalam lubang surganya. Aku berbaring di atas tubuhnya sejenak. Karena kelelahan, kami istrahat sejenak. Aku kecup kening dan bibirnya dan aku balikkan badannya sehingga Dia ada di atas dadaku dan batang kejantananku tidak aku cabut dari lubang surganya. Kami tertidur karena lama kami bergelut, kira-kira 2 jam lamanya sampai jam 3 pagi. Aku terbangun dan tiba-tiba batang kejantananku bangkit kembali. Aku balikkan tubuhnya tepat di bawah aku. Aku sodok lagi lubang surganya. Dia terbangun dan aku sodok terus lubang surganya.“Slupp.. slup.. slupp..”Tidak lama, “Ouuhh.. yahh.. croott..croott..crott,” maniku keluar lagi, aku lemas dan tertidur di sebelahnya sapai pagi.Aku terbangun pada jam 9 pagi. Aku bangunkan Dia dan kami mandi bersama. Kami melakukan lagi di kamar mandi sampai puas. Setelah itu kami bersiap-siapa untuk keluar dari hotel itu dan kami bayar uang sewa hotel.Kami jalan-jalan di sekitar daerah kota Brastagi. Kami sampai di daerah yang belum pernah aku kesana, kalau tidak salah namanya Kaban jahe. Kami keliling-keling kota dan kami pulang ke Medan. Kami terus bermesraan, Dia merangkulkan tanganya di leherku, dia cium mesra bibirku sampai aku tidak bisa bernafas. Tiba-tiba di depan ada mobil yang berlawanan arah mau nabrak mobil kami. Aku banting setir ke kiri sehingga kami selamat dari maut. Setelah itu Dia tidak berani menciumi aku lagi karena takut. Kemudian kami berhenti di daerah yang kalau tidak salah namanya Penatapan. Orang-orang di daerah sana meyebutnya begitu karena banyak orang di sana melihat-lihat. Setelah kami puas melihat-lihat kami melanjutkan perjalan kembali ke Medan dan mobil kami terus meluncur mulus sampai di Medan.Aku berhentikan mobil kami di depan tempat kostku. Aku membawa Dia masuk ke dalam dan aku perkenalkan kepada nenek serta cucu pemilik kost. Mereka menyambut dengan ramah. Aku membawa masuk ke kamar kost aku yang berukuran 3×4 luasnya. Aku kunci pintu kamar. Aku peluk Dia, kucium, dan kuremas dadanya yang menantang.Dia membalas dengan desis suara nafsunya, “Aouuhh..ahh..,” kami bergumul selama 20 menit.Kubuka semua pakainya, Dia juga membuka pakainku hingga kami sama-sama polos. Batang kejantananku yang sudah tegang dari tadi kuarahkan ke lubang surganya yang masih sempit, maklum karena baru hilang perawanya.Aku arahkan batang kejantananku tepat di lubang surganya, “Slupp.. slerr.. slupp.. blees..” masuk sudah batang kejantananku. Aku sodok terus.Dia berdesis lagi, “Aouhh.. yahh..”Karena aku takut terdengar sama nenek dan cucu yang punya rumah, aku sumbat mulutnya pakai mulutku hingga Dia tidak bisa bersuara. Terus aku sodok lubang surganya, “Auohh.. ahh.. ahh.. Bangg.. aku mau keluar nih..”Aku pacu terus sampai Dia klimaks, “Serr..” Dia kelimax terasa di kepala batang kejantananku. Aku masuki terus lubang surganya tampa henti sampai klimaks.“Aouh.. yaa.. ouh..” suara desisan nafsuku.Aku pacu terus batang kejantananku sampai, “Croott..croott..” Aku keluarkan maniku di dalam lubang surganya.Kami sama-sama puas dan tertidur sejenak Kemudian aku berbenah diri, Dia juga. Aku antar Dia pulang kerumahnya dan aku kembali ke tempat kostku.Hatiku gembira dan senang dapat kekasih yang selama ini aku dambakan. Hari-hari aku lalui hingga aku menamatkan kuliah ke meja hijau. Aku mendapat nilai ‘A’.Aku dapat kabar bahwa kekasihku telah menikah dengan orang lain karena di paksa kawin oleh orang tuanya. Dia tidak memberi kabar kepadaku. Aku mendengar dari teman-temanku kalau Dia sangat malu padaku sehingga Dia tidak memberi kabar apapun padaku. Dia hanya memberikan sebuah bingkisan dalam kotak yang ternyata sebuah kenang-kenang. Sebuah jam yang indah berukir emas dan sapu tangan putih serta alamat Dia sekarang. Aku kecewa, tapi apa boleh buat, karena bukan jodoh. Aku memutuskan pulang ke kampung. Kini hanya tinggal kenangan yang kubawa. Oh.. kasihku betapa sedih hati ini, begitu tega engkau hingga tidak sempat memberikan kabar apa pun padaku. Biarlah cintamu aku pendam selamanya dan akan kukenang selamanya. Hanya Doa dan kata-kata saja yang dapat aku panjatkan kepadamu.Tamat
Kejamnya Ibukota
Namaku Budi. Akibat dampak krisis yang berkepanjangan, menyebabkan aku dipecat dari perusahaan. Dengan modal seadanya aku berusaha wiraswasta kecil-kecilan. Baru mulai dapat pasar, pemasukan sudah mulai membaik, eh peralatan di tempat usahaku dicuri maling. Apes benar yah. Sekejam-kejamnya ibu tiri tidak sekejam ibu kota, memang ada benarnya.
Akhirnya dengan meminjam modal pada saudara (jelas tidak mungkin kalau ke bank, apa yang mau diagunkan). Setelah modal cukup aku coba lagi diusaha yang sama, hanya beda lokasi (mungkin hong sui yang dulu nggak bagus - pasar ada tetapi nggak aman).
Pemasukan dari usaha ini tidak begitu baik, tetapi tetap bersyukur, karena tempatnya aman. Yah aku coba jalani saja, hingga suatu saat..
Aku punya istri, namanya Ida. Dia bekerja di perusahaan swasta sebagai staf pemasaran. Gaji yang dia dapat tidak mencukupi karena (setelah) dipotong dengan biaya transpotasi dan makan, hanya tinggal beberapa ratus ribu rupiah. Sementara fixed cost COM (Cost Of Marriage) alias biaya tetap operasional rumah tangga cukup besar yang tidak sebanding dengan pemasukan, sehingga aku usulkan dia berhenti bekerja saja, agar membantu usahaku dengan demikian aku dapat mengurangi karyawanku dan menambah pemasukan. Alhasil pemasukan hanya dari hasil wiraswastaku, mangan ora mangan ngumpul.
Setelah dicoba beberapa bulan, akhirnya dia menolak dengan alasan pemasukanku fluktuatif, sementara dia mempunyai penghasilan tetap. Selain itu pekerjaan di rumah monoton, dan buat apa dia belajar bila tidak dipraktekkan. Semua alasannya masuk akal, sehingga dengan berat hati aku menyetujuinya untuk kembali bekerja di kantor yang sama. Beruntung sebelumnya dia mendapat cuti di luar tanggungan, belum mengundurkan diri, sehingga dapat kembali lagi dengan hak yang sama.
Beberapa bulan kemudian istriku bilang ingin mempunyai anak. Saat ini dia menggunakan spiral sebagai kontrasepsi (kita sepakat sebelum nikah agar tidak mempunyai anak bila belum siap secara materiil dan moril). Aku bilang kondisi saat ini tidak memungkinkan. Dia tetap bersikeras bahwa banyak anak banyak rejeki. Aku tertawa mendengarnya. Akhirnya dia menerima untuk sementara waktu tidak hamil dulu. Aku berikan alasan bahwa biaya terbesar untuk mempunyai anak adalah pendidikan dan kedua kesehatan, sehingga dengan kondisi yang belum stabil, aku belum berani ambil resiko - kita selalu bermusyawarah dengan memberikan alasan yang masuk akal, sehingga tidak ada larangan tanpa alasan - alias otoriter.
Suatu siang, aku “pingin” banget, kita berdua tinggal di rumah kontrakan di pinggiran Selatan kota Jakarta, yang hanya mempunyai tiga ruang dengan masing-masing ukuran tiga kali tiga, ruang pertama ruang tamu, ruang tengah, ruang tidur yang mempunyai pintu, sedangkan ruang ketiga adalah dapur dan kamar mandi, sehingga secara keseluruhan rumah kontrakan ini berukuran tiga kali sembilan meter, dan itupun berjajar sebanyak lima buah berdempetan.
Kondisi rumah yang kecil dan panas yang terik, membuat dia tidur hanya mengenakan CD dan bra, sementara tak jauh darinya kipas angin dengan kecepatan rendah, sedang berputar. Pagi hari menjelang siang aku “meminta” tetapi dia menolak karena capek. Tapi desakan “arus bawah” ini nggak tahu diri, akhirnya aku berusaha masuk ke kamar. Ternyata kamar dikunci. Dengan tidak kehilangan akal aku berusaha melepas anak kunci di dalam kamar dengan menusuk dari luar dengan obeng, agar jatuh ke koran yang aku letakkan di bawah pintu. Aduh mau minta “jatah” sama istri sendiri saja susahnya minta ampun. Saat anak kunci jatuh, dia terbangun dan anak kunci itu dengan sekali gerakan dengan kakinya keluar dari koran. Yah apes, gagal.
Aku coba cara lain. Kabel kipas angin tertancap di stop kontak di luar kamar tidur (karena stop kontak di kamar tidur lagi rusak) aku cabut sehingga udara yang dihembuskan terhenti. Tak berapa lama, dia mulai berkeringat, dan berusaha menekan tombol-tombol kipas yang tak bertegangan.
Karena panas dia keluar dan.. “Mas, aku capek tolong jangan dulu, pasang lagi kabel kipas anginnya!” katanya. Tanpa komentar kulakukan apa yang dia minta. Yah terpaksa mengalah lagi. Dia kembali masuk ke kamar untuk melanjutkan tidur tanpa mengunci kamar. Gagal lagi.
Suatu hari dia memintaku agar bekerja di kantoran, yang penting mempunyai penghasilan tetap. Aku bilang umurku sudah tidak muda lagi. Mana ada kantor yang mau. Yang ada juga sekarang pada di PHK, kubilang.
Saat malam, aku benar-benar “pingin” banget, soalnya yaitu, dia kalau tidur nggak siang atau malam selalu hanya CD dan bra hitamnya saja, sementara kulitnya lumayan putih, jadi kan “arus bawah” selalu meronta. Aku mulai mendekati dan merayunya, karena sudah beberapa hari ini aku hanya masturbasi.
“Ma, aku pingin, nih..” sambil mengusap paha bagian dalamnya, posisinya tidur telungkup. Dia langsung membalik badan dan duduk serta.. “Kamu disuruh kerja nggak mau, aku pingin punya anak kamu nggak mau, apa-apa nggak mau, mati aja sana! ngentot mulu yang dipikirin..” katanya dengan suara cukup keras, malu juga aku didenger oleh tetangga. “Ya sudah Ma. Kalau nggak mau yah jangan teriak-teriak gitu dong. Didengerin sama tetangga kan malu!” jawabku. Mungkin dia ada masalah di kantor atau kurang sehat, aku memaklumi, aku keluar kamar dan tidur di ruang tamu.
Di suatu sore, saat sampai di rumah dari pulang kerja, setelah membersihkan diri dan makan, dia minta tolong aku untuk ngerokin badannya. Katanya masuk angin. Aku sedang tanggung memperbaiki peralatan usahaku di ruang tamu. Ternyata karena nggak sabar menungguku, dia minta tolong dengan Mbak sebelah untuk ngerokin badannya di kamar tidur kami.
Setelah selesai memperbaiki peralatan, aku menuju kamar tidur dan kulihat dia sedang tidur-tiduran (dia selalu tidur dengan telungkup, aku nggak bisa membayangkan saat dia nanti hamil, kalau jadi, khan repot). Aku coba memijat pundaknya, dan mengurut punggungnya. Karena terhalang oleh tali surga alias tali bra, kucoba melepaskan. Dia diam saja, dan aku terus memijat dengan siku tanganku secara perlahan, kuturunkan sedikit bagian belakang celana dalamnya hingga belahan pantatnya tampak semua (kalau dia protes, akan kujawab CD-nya mengganggu).
Nampaknya dari hasil pijatanku dia tertidur. Dengan perlahan kulepas CD-nya, pelan-pelan. Setelah terlepas, kupijat telapak kakinya sedikit demi sedikit menuju ke bagian atas sambil melebarkan bentangan kaki kiri dan kanan, kemudian ke arah betisnya, pangkal pahanya, dan kuusap paha bagian dalamnya, dan dia mengubah arah kepalanya dengan membelakangiku (jangan-jangan dia pura-pura tidur??).
Saat ini rudalku sudah siaga satu, nampak seperti joystick. Bedanya nggak ada push-button-nya.
Saat kupijat paha bagian dalam sengaja kelingkingku tidak ikut menekan tetapi kubiarkan menunjuk. Kadang kugesek ke anusnya, kadang ke klitorisnya (dia mempunyai klitoris yang sangat besar serta keluar dari penutupnya, baik dalam posisi terangsang ataupun tidak - mungkin itu sebabnya dinamakan IDA alias Itil kuDA). Dia ini tergolong wanita dengan bulu lebat, hingga lubang anusnya pun banyak ditumbuhi bulu. Takut dianya marah aku pindah memijat kaki sebelahnya tanpa merubah posisi dudukku, dan kuulangi lagi mengarah ke atas. Kali ini aku tidak menyentuh anus atau klitorisnya, tapi kuusap bulu kemaluan serta bulu sekitar anus tanpa menyentuh kulitnya.
Aku lepaskan pakaianku. Kebetulan hawanya panas sekali saat itu. Kuusap kemaluannya, terasa ada seikit lendir, kubalikkan badannya, dan.. “Ma, main, yah?” bisikku ke telinganya sambil menjilat daging lunak sekitar telinga. “Hmm..” tanpa kata, tapi aku dapat menangkap maksudnya, pasti bukan penolakan. Segera kutindih badannya, dan kuhisap putingnya yang berwarna coklat muda secara bergantian (lucu deh, balita aja kalah mimik asi-nya). Kemudian kucium mulut dan kujilati sekitar telinganya, aku tidak berani mencium lehernya karena masih ada sisa balsem, bukan terangsang yang kudapat malah kepedasan nanti.
Aku tidak berani memegang rudalku, karena tangan bekas memijat tadi terkena balsem bekas kerokan yang ada di punggung istriku. Sehingga dengan penuh perjuangan aku mencoba memasukkan rudalku ke dalam vagina istriku tanpa memegangnya, seperti max biagi habis finish terus lepas tangan, tusukan pertama gagal akibatnya terpeleset dan menggesek klitorisnya, istriku coba mengangkang lebih lebar agar lebih leluasa memasukkannya, kutusuk lagi, dan terpeleset dan..
“Pa, pelesetin terus aja enak kok,” katanya ngeledek. Dalam hati iya enak di kamu, nggak enak di aku. Kucoba yang ke tiga, akhirnya masuk, tetapi belum masuk semua hanya bagian kepalanya saja karena agak sempit. Nggak apa-apa deh yang penting sudah masuk sasaran tembak. Ya sudah, aku coba tarik-tekan dengan “space” yang kecil tadi, dengan kesabaran akhirnya semakin basah dan..
“Mph, eh,” cuman itu yang keluar dari mulut istriku, dengan raut muka seperti orang tidur.
Lama kelamaan vaginanya semakin basah sepertinya mempersilakan rudalku masuk lebih dalam. Kutekan lebih dalam dan masuk semua, baru tarik-tekan, empat kali, aku sudah keluar.
“Ma, maaf yah, soalnya sudah lama nggak main jadi keluarnya cepet,” kataku. Dia tidak menjawab tetapi mengeluarkan lenguhan nafas panjang, artinya dia nggak puas. Yah siapa sih tahan “palkon” (kepala kontol, red) belum masuk semua, tapi digesek-gesek sekitar vagina soalnya belum dipersilakan masuk. Coba deh masturbasi, tapi yang diurut hanya “palkon”nya saja, kalau nggak cepet keluar (ya lecet). Udah gitu aku khan udah lama nggak main jadi yah cepet keluar. Aku agak heran sampe ada yang main bisa lama saat merawanin anak orang. Biasanya untuk pertama kali yang cewek akan merasakan lebih banyak sakitnya ketimbang enaknya, sementara cowok lebih cepat keluar karena “palkon”nya akan terjepit dinding vagina karena si cewek menahan rasa sakit. Yah kecuali kalau cowoknya memakai obat atau Co sudah pengalaman alias nggak perjaka.
Setelah itu aku berdiri dengan ke dua lututku. Tampak cairan putih alias spermaku meleleh dari vagina istriku. Ada sebagian orang yang mengatakan itu cairan yang menjijikan, didorong bagaimanapun caranya tetap akan keluar dari kedudukannya (si istri pingin hamil jadi berusaha spermanya nggak keluar) - beda dengan pejabat di negara berkembang udah menjijikan didorong pakai apapun tetap nggak mau turun juga.
Kubersihkan dengan CD hitamnya, dan aku ke belakang untuk memcuci “rudalku”. Setelah selesai aku kembali ke kamar tidur. Posisi tidur istriku belum berubah, masih terlentang dengan kaki terbuka lebar dan mata terpejam (yang jelas bukan tidur kemungkinan kesel, ya).
“Ma, nambah yah?” kataku. Dia diam aja. Aku duduk di depan vaginanya. Tampak vagina labia minoranya sudah menutup, tetapi klitorisnya masih tersembul keluar. Kubuka labia minoranya yang tertutup bulu hitam keriting, saat akan kujilat..
“Jangan, Pa, kotor..” kata istriku, sambil bangun terus memegang bagian belakang kepalaku dengan kedua tangannya serta menghisap bibir bawahku, menghisap dengan sangat kuatnya dan mencari-cari lidahku. Setelah dapat, dihisapnya lidahku, terlepas, dimainkannya lidahnya di gusiku. Saat dia melakukan semua gerakan kulihat matanya terpejam, saat mendapatkan lidahku, matanya setengah terbuka yang tampak bagian putihnya saja.
Dijilati leherku, terus ke dua putingku, hingga “rudal”ku bergerak tetapi belum mengeras hanya “waspada satu”. Selanjutnya dia menjilati lubang “rudal”ku. Poupss, rasanya mak.. Dia suka meng-oral-ku, tetapi kalau di-oral nggak mau, alasannya kotor bekas darah menstruasi, keputihan, bau, pokoknya nggak boleh, yah sudah aku nurut aja, toh aku yang diuntungkan.
Dia memasukkan hanya sebatas kepala “rudal” ke dalam mulutnya, dihisap, dilepas (hingga bunyi “plop”), dijilati kepalanya, dihisap lagi, begitu keras menjadi “siaga satu”, dimasukkan semuanya ke dalam mulut, dilakukan berulang-ulang. Rasanya “rudal”ku sudah keras, tetapi ada sedikit rasa linu (mungkin setelah keluar yang pertama tadi dan kencing saat dibersihkan sekarang dipaksa tegang lagi), sehingga rasa linu ini mengalahkan rasa nikmat untuk segera “keluar”.
Tahu kalau sudah “siaga satu”, dia segera mengangkangi rudalku dan memasukkan ke vaginanya, bergerak naik turun dengan sangat cepat.
“Oh.. oh.. ohh..” suaranya keras bener, membuat rasa linuku hilang berubah menjadi nikmat. Kucoba menutup mulutnya agar tidak didengar tetangga, malah jariku dijilati, auw, enak bener. Nggak lama digigit, langsung segera kutarik tanganku (ganas bener, anjing kalah?), Eh, malah lebih keras lagi suaranya. Bodo ah, biarin tetangga denger, kadang seperti orang kepedesan (sshuah - shuah, padahal nggak ada cabenya), kadang seperti orang merintih kesakitan.
Sudah capek dengan gerakan cepat naik-turun. Dia terduduk tetapi tetap bergerak memutar secara perlahan, kemudian dia roboh, telungkup memelukku, dan menghisap bibirku. Terasa “rudalku” seperti ada yang menekan, saat dia melakukan penekanan dengan rongga vagina pada “rudalku”, dia mengangkat sedikit pantatnya dan menjatuhkannya kembali, akhirnya dia nggak bergerak.
“Capek aku, Pa,” katanya dengan napas ngos-ngosan. Kubalik badannya tanpa melepas “rudal”ku. Tampak hidungnya kembang-kempis, capek benar kayaknya. Kucabut “rudalku”. Tampak banyak lendir berwarna putih menyelimuti “rudal”ku, dan di sekitar labia minoranya ini sih bukan becek tapi banjir, tetapi aku tetap senang (wanita tidak mengeluarkan atau menyemprot cairan sperma seperti pria, hanya lendir bening, akibat dikocok terus menerus maka berubah manjadi putih susu).
Kalau ada yang bilang “jangan sama orang Sunda”, “jangan sama orang Cina”, “jangan sama orang berkulit putih”, banjir, becek, menurutku “SALAH”, banjir dan becek itu menandakan wanita itu terangsang “BUKAN” dari warna kulit, sehingga memudahkan penetrasi. Sebaliknya bila kering akan sulit sekali penetrasi, kalau dipaksakan akan berakibat iritasi selain itu akan menyebabkan ejakulasi premature karena sentuhan yang diterima sangat luar biasa. Mau tahu buktinya mana ada pemerkosa lama, paling nggak lebih dari dua menit (aku bukan pemerkosa lho) yah kalau dia kelamaan keburu ketangkep, tul nggak? Kalau iritasi perihnya minta ampun. Ada cerita yang mengatakan pelacurnya nggak tahu kalau tamunya sudah keluar - itu bisa terjadi bila: pelacurnya acting, pelacurnya lagi ngelamun atau pelacurnya masih perawan, lha wong tiap hari ditusukin pasti dia tahu. Mungkin lebih tahu dari tamunya, soalnya dia berusaha agar secepatnya ejakulasi, khan prestasi kerjanya di situ.
Aku bersihkan “rudal”ku dan labia minoranya dengan GT MAN-ku. Selanjutnya kumasukkan kembali, kuangkat kakinya ke pundakku. Gerakanku pelan (kan habis di bersihkan jadi agak berkurang lendirnya) begitu mulai basah kutambah kecepatannya, hingga tak lama akan keluar..
“Mas jangan dikeluarin dulu, Papa berdiri deh,” kata istriku. Segera aku bangun dan dihisapnya. Saat akan keluar, disemprotkan spermaku ke wajahnya, dan dioleskan “rudalku” ke wajahnya. “Kamu kok aneh sih, Ma?” tanyaku. “Nggak. Kata teman sperma itu obat manjur untuk jerawat. Selain itu juga mengencangkan wajah!” katanya. “Kata siapa?” katanya. “Mbak Maryanah,” jawabnya. Hah, Mbak Maryanah itu tetangga sampingku, orangnya kalem, sopan, guru TK. Nggak nyangka. Pantes kok nggak pernah jerawatan dan memang sih wajahnya putih kenceng. Tapi masak sih orang seperti itu mau melakukan kayak gitu, yah dalamnya laut siapa tahu? “Pasti ngelamunin ya?” tanyanya, sambil mencubit pantatku. “Tahu aja, habis nggak nyangka sih.” “Sebetulnya dia keberatan ngasih tahunya, tapi aku desak terus menerus untuk memberikan resep bebas jerawat dan wajah kencengnya. Kata dia sih cuman aku yang tahu, jangan diberitahukan ke siapa-siapa, malu katanya,” jawab istriku.
Setelah kita berdua membersihkan organ vital, kita menuju peraduan. “Ma, kamu itu jerawatan bukan pakai sperma obatnya, tetapi jangan stres!” kataku sambil tidur miring menghadap ke arahnya. “Papa ini gimana sih, namanya orang hidup khan pasti punya masalah, nah khan mesti dipikir!” jawabnya nggak kalah sengit sambil menekan jidatku. “Tetapi menurutku jerawatmu itu karena nafsumu yang nggak tersalurkan, jadi timbul di wajahmu terus sering marah-marah,” kataku. “Itu maunya Papa agar bisa sering main, tapi gimana yah, aku khan nggak bisa nafsu kalau aku ada masalah sama kamu.” “Jadi kamu selingkuh dengan orang lain, memangnya ada masalah apa denganku.” “Selingkuh, nggak lha yau, nggak selingkuh aja sudah pusing apa lagi selingkuh,” jawabnya tegas. Wah kaget juga hampir ngantukku hilang. Biasa, habis main biasanya ngantuk bawaannya.
“Terus masalahmu apa sama aku?” tanyaku. “Pa, aku bingung ngurus keuangan rumah tangga, semua keperluan kamar mandi naik, listrik naik, kontrakan naik. Cuma susuku sama spermamu saja yang turun,” katanya sambil megang susunya sendiri serta “rudalku”. “Yah larinya kok kesitu lagi,” kataku. “Lho memang kenyataan begitu, kalau sudah gitu khan pusing, gimana mau main, coba.” “Kok hari ini kamu tumben mau, biasanya marah-marah melulu?” tanyaku. “Tadi aku periksa ke tempatmu kerja, kata Lili (kasirku) banyak pengunjung, jadi pasti kamu bawa uang banyak,” jawabnya sambil senyum. “Oohh,” kataku sambil senyum juga. “Jadi kalau gitu masuk angin dan kerokannya hanya akting. Pantes nggak merah? agar mancing aku untuk bersetubuh, memuaskan kamu, dan jerawatmu?” tanyaku kesal, tapi ngecret juga sih. “Nggak juga Pa, memang tadi badanku terasa nggak enak, terus aku di jalan lihat orang di bajaj mesra banget, bayangin di bajaj aja mesra, kalau di mobil mewah sih wajar, jadi ingat kamu. Tapi yang lebih penting sih kamu bawa uang lebih,” katanya. “Lho kok masalah uang lagi?” tanyaku. “Iya memang itu sumber masalahnya,” jawabnya. “Katanya dulu waktu pacaran sudah siap hidup susah, yang penting saling mencinta,” rayuku. “Makan tuh cinta,” katanya. Aku tersenyum. “Jadi ada uang abang sayang, nggak ada uang abang ditendang?” kataku. “Ember,” jawabnya sambil senyum. “Tahu gini mendingan beli sate dari pada pelihara kambing,” kataku meledek. “Sapa suruh luh kawin,” katanya sambil menaikkan dagunya yang lancip, sambil merubah posisi tidur dengan wajah membelakangiku. “Dasar perempuan, tugasnya ngabisin uang suami,” kataku, yang masih tetap tidur miring menghadap ke istriku. “Kodrat” jawabnya singkat.
Yah, itulah sebagian kecil kehidupan rumah tangga yang selalu banyak masalah silih berganti, padahal sebelum nikah, aku sudah membaca segala macam buku. Kalau ujian mungkin dapat nilai “A”. Ternyata setelah nikah, segala teori yang di buku hanya sebagian kecil yang terjadi.
Jadi ingat sebuah lagu, Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit dahulu - senangpun tak datang, malah mati kemudian. ———(Jamrud)
Mudah-mudahan, badai krismon segera hilang.
TAMAT
Diikat Wanita Teman Baruku
Suatu hari Sabtu aku pergi bersama teman-teman ke sebuah disco di daerah kota. Teman-temanku sudah mempunyai pasangannya masing-masing, hanya aku saja yang sendiri. Tempat itu terasa penuh, sesak dan bising karena suara musik yang keras. Kami duduk di sebuah meja di pojok ruangan dan memesan minuman. Karena aku tak kuat minuman alkohol, jadi kupesan coca-cola. Teman-temanku ramai-ramai turun dan berdansa, tinggallah aku sendiri di meja itu.
Di kegelapan ruangan disco itu, kulihat sesosok wanita tinggi semampai, cantik dan langsing. Beberapa kali aku melihatnya sambil berharap ada balasan pandangan darinya. Tanpa menunggu lebih lama agi, kuhampirinya dan kusapa.
“Hallo, apa kabar, sendirian aja ya?” “Ya. Lagi liat-liat dan mau having fun” jelasnya sambil tersenyum. “Kamu sama siapa kesini?” tanyanya. “Sama teman-teman. Kenalkan aku..” sapaku sambil menyebut nama. “Aku Mei Mei” katanya.
Kuajak dia duduk di mejaku lalu memesan minuman. Kulihat wajahnya yang putih bersih, kulit yang halus dan cantik. Dia seorang wanita keturunan Tionghoa. Dia memakai baju dan celana kulit hitam mengkilat dan ketat. Kamipun lalu ngobrol-ngobrol dan ketawa-tawa seolah-olah kami sudah kenal lama. Impresi pertamaku mengatakan dia orang yang baik dan mudah akrab namun cukup agresif. Sesekali kami turun dan berdansa. Tak terasa waktu menunjukkan pukul 11 malam dan Mei Mei berkata padaku.
“Aku mau pulang, sudah bosan. Aku mau melakukan sesuatu di rumah, tapi aku perlu teman untuk itu. Kamu mau ikut atau tetap disini saja?”. Tanpa pikir panjang kujawab, “Aku ikut denganmu.”
Malam itu kami pun lalu mencari taksi dan dia mengatakan ke supir taksi.
“Pak, ke apartemant ABC di Peconongan”.
Taksipun lalu berjalan mengarah ke Peconongan. Di dalam taksi aku coba mendekati dan merayunya. Kupegang tangannya dan diapun tak menolakknya. Terasa kulit tangan yang halus. Merasa mendapat angin, aku melanjutkan rayuanku dengan mengecup pipinya. Dia tak menolaknya dan malah mencium balik pipiku. Maunya aku taksi ini berputar-putar biar perjalanannya lebih lama sehingga aku bisa menikmati momen ini.
Tak lama kemudian taksipun sampai di aperteman itu. Kubayar taksi dan dia mengajakku untuk mampir di apartemannya. Kami lalu naik ke lantai 10. Dibukanya pintu utama dan kulihat ruangan apartemannya yang bersih dan rapi.
“Apik sekali ya kamu. Tinggal sama siapa kamu disini?” Di jawabnya, “Sendirian. Orang tuaku yang beli aparteman ini tapi mereka tidak tinggal disini.”
Lampu ruangan yang baru saja dinyalakannya kemudian di redupkan sehingga terangnya seperti api lilin.
“Kalau mau minum, ambil sendiri saja ya. Lemari esnya di sebelah situ dan ada beberapa makanan kecil di dekat kulkas,” katanya sambil berjalan menuju kamarnya.
Dia tinggal di 1-bedroom apartemen. Barang-barangnya kulihat tersusun rapi dan apik. Di ruang tengah (tamu) ada TV dan sofa. Diantara sofa dan TV ada karpet tebal dan lembut berwarna putih. Kulihat Mei Mei berjalan keluar kamarnya sambil membawa sebuah tas. Kamipun lalu duduk disofa sambil nonton TV. Dia lalu menawarkan padaku untuk menonton film VCD. Akupun setuju dan tidak perduli apa filmya karena yang ada dibenakku mau “USAHA”. Sambil dia mencari film yang dimaksud, kutanya.
“Maaf, apakah kamu sudah menikah?” Dijawabnya, “Nikah? Pacar aja aku nggak punya”. Kulanjutkan, “Nggak mungkin, cewek secantik kamu nggak punya pacar? Mungkin kamu terlalu milih kali”. Mei Mei lalu berkata, “Aku lagi nggak mau mikirin soal pacar dan nggak usah nanya-nanya soal gituan ya. Sekarang aku lagi mau having fun”
Dahiku berkerut memikirkan apa kiranya yang dimaksud dengan “having fun”. Didapatkannya VCD yang dimaksud dan film pun mulai ditayangkan dan betapa herannya aku melihat film tersebut. Film yang disetel Mei Mei adalah tentang Bondage dan Disiplin. Diapun lalu bercerita tentang fantasi yang ia miliki dan betapa senangnya ia kalau bisa melakukan hal-hal seperti yang ada di film tersebut. Di jelaskan padaku bahwa dia ingin dapat mengikat orang lawan jenisnya. Dia lalu bertanya padaku.
“Mau saya ikat kamu seperti di film itu?”
Aku menggelengkan kepala menandakan ketidaksetujuanku. Dia lalu beranjak ke arah pintu dan mengunci serta melepaskan kuncinya.
“Nah sekarang kamu nggak bisa pergi. Kamu sekarang aku culik dan akan kujadikan budakku. Kalau kamu melawan, aku akan berteriak meminta tolong biar orang-orang berpikir seolah-olah kamu mau memperkosa aku. Apa kamu punya pilihan? Sebaiknya kamu nurut aja” katanya sambil mengejek namun terlihat paras muka yang memohon. Kutanya, “Buat apa pakai di ikat-ikat segala? Lebih enakkan kalau bebas dan kita bisa meneruskan seperti yang di taksi tadi” Dijawabnya, “Aku mau nerusin yang tadi tapi dengan syarat kamu harus di ikat. Aku senang dan bergairah sekali kalau lawan mainku nggak berdaya lho!”
Akhirnya aku setuju dan menyerahkan diriku padanya.
“Ok deh kalau gitu maunya kamu tapi hati-hati ya,” pintaku padanya.
Tak kusangka cewek manis dan cantik ini punya suatu keanehan. Mei Mei lalu memintaku untuk berdiri dan melepaskan pakaianku hingga celana dalam. Aku telanjang bulat dibuatnya. Dikeluarkannya beberapa tali dari tas lalu diletakkan disampingku. Film bondage masih terus diputarnya. Ia lalu meminta kedua tanganku diletakkan dibelakang dan diikatnya dengan seutas tali yang cukup panjang. Beberapa putaran tali dililitkan di tanganku dan kumerasakan ikatan yang kuat. Kedua ujung tali kemudian di ikat mati olehnya sambil terlebih dahulu ditariknya keras-keras. Ia pun lalu mengecek beberapa lilitan tali di tanganku memastikan tidak ada yang longgar.
Setelah kedua tanganku terikat dibelakang, ia lalu mengikat kedua siku lenganku erat-erat. Kemudian ia ikat kedua kaki dan lututku. Aku masih berdiri sambil beberapa kali berusaha menyeimbangi diri agar tidak jatuh. Setelah semuanya terikat, ia lalu menjatuhkan badanku ke lantai. Beberapa tali masih belum terpakai dan tergelatak dilantai. Sesekali ia mengecek tali-tali ikatan itu dan setelah itu kulihat senyum kepuasan diwajahnya.
“Kamu seksi sekali deh telanjang dalam keadaan terikat. Kamu harus kuapakan? Ada ide nggak?” tanyanya sambil memandangku. Aku menggelengkan kepalaku sambil menjawab, “Nggak ada. Terserah kamu aja deh mau ngapain aku” Lalu disambungnya, “Ok deh kalau begitu nanti kupikirkan”
Tanpa kusadari, kurasakan kegairahan yang teramat sangat dalam keadaan terikat. Penisku berdiri tegak dan keras bagaikan sebuah tiang bendera yang besar. Tak kupungkiri aku menyukai keadaan ini. Mungkin kegairahan ini timbul karena diikat seorang wanita cantik. Dalam keadaan tak berdaya, Mei Mei lalu memintaku untuk menjilati kakinya. Permintaannya kurasakan sebagai suatu hinaan dan aku benci serta tak mau melakukannya. Belum sempat lama aku berpikir untuk menjawabnya, kedua kakinya diletakkan di muka dan mulutku.
“Ayo jilat, bersihkan kakiku!” bentaknya.
Kulakukan perintahnya dan terdengar desihan nikmat darinya. Kujilat dan kuisap jempol dan jari-jari kakinya beberapa kali. Mulutku terasa kering karena jilatan-jilatan itu. Selang beberapa waktu kemudian, ia memintaku untuk menghentikan dan Mei Mei lalu beranjak dari duduknya dan menibaniku dengan posisi kemaluannya berada diatas kepalaku.
“Sekarang kamu jilat mekiku” pintanya.
Direndahkan mekinya sehingga memudahkanku untuk melakakukannya. Desihan nikmat yang cukup keras terdengar dari mulutnya.
“Aduh enak sekali, ayo jangan berhenti. Terus, terus, terus..”
Ia lalu menundukkan kepalanya dan kemudian kurasakan penisku terisap. Kami melakukan posisi 69. Dilakukannya berualang-ulang hingga kurasakan nikmat yang teramat sangat. Kuperingatkan padanya bahwa sebentar lagi aku akan ereksi, namun Mee Mei tidak perduli malah mempercepat hisapan-hisapan itu sambil mempermainkan biji penisku dengan tangannya.
“Awas, awas aku mau keluar..”
Dan semprotan spermaku keluar dengan kencangnya ke mulut Mei Mei. Cukup banyak sperma yang keluarkan dan mungkin sebagian tertelah olehnya. Walau aku sudah berereksi, ia tidak menghentikan hisapan-hisapan itu dan terus malakukannya. Terasa kegelian tapi nikmat sekali. Tidak lama kemudian, ia pun menyudahi hisapan itu dan berjalan ke kamar mandi membersihkan mulutnya yang dipenuhi oleh spermaku. Ia lalu kembali dan berkata.
“Bagaimana rasanya di sepong dalam keadaan terikat? Nah sekarang istirahat dulu”
Ia pun membiarkan diriku terikat di lantai. Ia lalu mengganti film bondage dengan acara lainnya. Sambil menonton TV, Mei Mei memainkan kembali kedua kakinya pada badan dan kepalaku sambil sekali-kali menendangku, tapi tidak keras.
Kulihat jam di dinding menunjukkan pukul 1 pagi dan badanku terasa capai dan lemas. Kulihat ekspresi yang sama pada Mei Mei. Kuminta padanya untuk melepaskan ikatan-ikatan ini karena aku mau pulang. Permintaanku itu disambutnya dengan menyumpal mulutku dengan lakban serta mengikatkan seutas tali di kakiku dan kemudian menariknya ke atas serta menyatukannya dengan tanganku. Tidak ada jarak yang tersisa, kaki dan tanganku bersatu dibelakang badan dan kemudian ia ikatan kedua ujung tali tersebut. Setelah selesai mengikatkan tali itu, ia lalu menarik tubuhku yang terikat ke dalam kamarnya dan kemudian mengangkatku ke tempat tidurnya. Lalu ia berbaring disebelahku dan berkata.
“Kamu nggak boleh pulang malam ini. Kamu temani aku disini. Aku capai dan mau tidur. Selamat tidur. Mimpi indah ya. Jangan coba-coba melepaskan ikatan tali-tali itu”
Mei Mei lalu mematikan lampu kamarnya dan kemudian ia pun hilang ditelan kegelapan malam. Aku pasrah dan menerima keadaan ini dan berusaha untuk dapat tidur sambil berusaha untuk tidak menghiraukan sakitnya ikata tali-tali di tangan dan kakiku.
Dalam tidurku terasa sesuatu hisapan di penisku. Enak dan nikmat hisapan itu. Aku berpikir mungkin aku sedang bermimpi. Aku tidak sadar bahwa aku masih dalam keadaan terikat. Kubuka kedua mataku dan kulihat Mei Mei sedang menghisap penisku yang sudah berdiri tegak dan keras. Aku sadar sedang tidak bermimpi. Ada sesuatu yang aneh lainnya yang kurasakan. Anusku terasa dimasuki oleh sesuatu, tidak besar namun geli rasanya. Akhirnya kusadari Mei Mei sedang memasukkan jarinya yang tertutup sarung tangan plastik ke lubang pantatku. Tidak mudah ia melakukannya karena posisi ikatan yang menyatukan kaki dan tanganku sehingga menyebabkan lubang anusku tidak mudah untuk digapai.
Tak lama kemudian ereksiku pun terjadi dan spermaku berhamburan kembali di mulutnya. Ia pun kemudian berjalan ke kamar mandi membersihkan dirinya. Kemudian ia kembali menghampiriku dan melepaskan lakban yang menyumpal mulutku dari tadi malam.
“Selamat pagi, gimana kabarnya. Belum pernahkan dibangunkan dengan alarm dengan sepongan” Mei Mei menyapaku. Aku hanya tersenyum. Lalu aku mengatakan, “Lepaskan dong tali-tali ini. Sakit rasanya terikat semalaman. Aku mau mandi dan pulang”. Ia lalu berkata, “Ini kan hari minggu buat apa cepat-cepat pulang. Lagipula aku masih pengin melihat kamu seperti ini. Kalau rasanya sakit ya lumrah dong. Oh iya, aku punya kejutan lho buat kamu. Tadi aku minta temanku, Florence, kesini. Aku bilang ada sesuatu yang mungkin menarik”. Kujawab, “Gila ya apa kamu. Masa aku harus dipamerkan dan dimainkan oleh teman-temanmu dalam keadaan seperti ini. Aku nggak mau. Ayo buka tali-talinya!!” kataku dengan suara yang keras. “Nggak mau. Buka aja sendiri” sahutnya.
Mei Mei lalu menyumpal mulutku kembali dan keluar kamar. Aku meronta-ronta sekuat tenagaku mencoba membuka ikatan tali-tali itu. Berkeringat seluruh badanku. Tidak lama kemudian ia kembali membawa sebuah lilin yang menyala. Ia lalu duduk disampingku dan meneteskan air lilin yang panas ke badanku.
“Ugh, ugh, ugh..” aku berteriak menahan panasnya tetesan lilin itu.
Aku bergeliat-geliat mencoba menjauhinya namun ia terus mendekatiku dan mengulangi meneteskan lilin itu. Akhirnya aku pasrah dan hanya bisa berteriak dalam keadaan tersumpal. Setelah puas melakukan permainan meneteskan lilin itu, Mei Mei lalu membuka sumpalan mulut dan ikatanku satu demi satu hingga aku terbebas.
“Aku bercanda kok bilang temanku mau datang kesini. Tapi nanti kalau kamu aku ikat lagi, boleh ya aku ajak temanku, cewek kok. Siapa tahu nanti akan lebih asyik dan bergairah. Ma kasih ya. Minggu depan kesini lagi ya tapi jangan malam. Kita mulainya dari Sabtu siang aja, kan jadi punya banyak waktu,” sapanya sambil memperlihatkan beberapa foto diriku dalam keadaan terikat.
Belum sempat aku menjawab, Mei Mei lalu berkata sambil mengancam.
“Kalau kamu nggak mau ketemuin aku lagi, foto-foto ini nanti aku sebarkan lho! Jadi jangan coba-coba untuk menghindar. Aku juga sudah tahu nomor telpon dan alamat kantormu dari kartu nama yang ada di dompetmu”.
Aku tidak bisa berkata apa-apa kecuali mengiyakan permintaannya. Akupun lalu mandi dan berpakaian. Tak lama kemudian aku pamit pulang tanpa banyak berkata apa-apa. Sebelum berpisah, Mei Mei kembali mengingatkanku dan tersenyum mengejekku.
“Minggu depan ya sayang, jangan lupa. Aku tunggu lho..”
Tak kusangka jam pada saat itu menunjukkan pukul 10 pagi. Hampir 24 jam aku terikat dan disiksa olehnya. Namun ikatan dan siksaan itu sangat kunikmati dan sangat menggairahkanku. Aku berkata dalam hatiku tanpa foto-foto itu atau diminta untuk datang kembali, aku pasti akan datang memintanya untuk mengikat dan menyiksaku lagi.